Masih banyak orang tua yang khawatir saat memberikan vaksin pada anaknya karena mendengar kabar mengenai dampak vaksin yang berisiko menyebabkan autisme. Padahal hingga saat ini, belum ada bukti ilmiah yang mendukung pernyataan tersebut.
Meningkatnya jumlah anak yang hidup dengan autisme pada beberapa dasawarsa terakhir menyebabkan kemunculan dugaan bahwa vaksin menjadi penyebabnya. Kekhawatiran ini dapat dipahami karena penyebab autisme sendiri hingga saat ini masih belum dapat dipastikan. Jika sesuatu yang buruk terjadi pada anak, sangat wajar jika orang tua ingin menemukan hal yang menjadi penyebabnya. Mereka mencari berbagai faktor yang diduga bisa menjadi pemicu.
Di antara berbagai faktor tersebut, vaksin menjadi salah satu hal yang dianggap sebagai penyebab autisme. Banyak informasi yang beredar seputar hal ini, mulai dari pendapat perorangan hingga lembaga kesehatan.
Sebagai akibatnya, penyakit yang seharusnya bisa diantisipasi dengan imunisasi menjadi tidak tertangani dan justru mendatangkan risiko sendiri bagi yang menolak vaksin tersebut.
Salah satu bahan yang dianggap sebagai penyebab autisme adalah thimerosal, yaitu bahan pengawet di dalam vaksin. Bahan ini dianggap dapat menjadi racun yang menyerang sistem saraf pusat yang menjadi pemicu autisme pada anak. Sejak era 1980-an, kasus autisme memang meningkat drastis di Inggris. Namun nyatanya dari sekian banyak vaksin yang diberikan pada anak, hanya satu yang mengandung thimerosal, yaitu vaksin DTP (Difteri, Pertusis, Tetanus).
Tidak Ditemukan Bukti Ilmiah
Selama lebih dari 15 tahun terakhir, telah banyak institusi independen yang menguji hubungan antara vaksin dengan autisme dan tidak menemukan hubungan antara paparan thimerosal dengan autisme. Berikut ini beberapa kesimpulan di antaranya:- Tidak ditemukan hubungan sebab dan akibat antara vaksin dengan thimerosal sebagai pemicu autisme.
- Tidak ada bukti yang mendukung hubungan antara vaksin yang mengandung thimerosal dan fungsi neuropsikologi pada anak usia 7-10 tahun.
- Penelitian terhadap anak-anak yang mendapat vaksin DTaP yang mengandung thimerosal dibandingkan dengan mereka yang menerima vaksin yang sama tanpa thimerosal. Sepuluh tahun kemudian, penelitian tersebut tidak menemukan gangguan neurologis pada anak yang menerima vaksin dengan thimerosal.
- Tidak ditemukan asosiasi antara vaksinasi dengan autisme atau gangguan autisme spektrum lain. Tidak ada peningkatan risiko berkembangnya autisme atau kelainan autisme spektrum setelah menerima vaksin MMR, kandungan merkuri, dan thimerosal dalam vaksin. Kesimpulan penelitian ini adalah bahwa vaksinasi tidak berhubungan dengan perkembangan autisme atau Autism Spectrum Disorder (ASD).
Pada akhirnya, vaksin telah terbukti menyelamatkan jutaan nyawa manusia dari penyakit-penyakit mematikan yang sebelumnya tidak dapat diantisipasi. Jika memang terdapat beberapa kasus yang terjadi setelah pemberian vaksin, hal ini tidak dapat digeneralisasi atau langsung disimpulkan vaksin sebagai penyebabnya. Setiap pernyataan perlu diuji kebenarannya dan untuk saat ini, vaksin tidak menyebabkan autisme. Sehingga dapat disebut bahwa manfaat vaksinasi jauh melebihi risiko yang dapat ditimbulkannya.
0 Komentar